Bisnis.com, JAKARTA - Bagi masyarakat awam, investasi saham kerap dikaitkan dengan dana besar dan tingkat kesulitan yang tinggi. Tak heran bila instrumen investasi yang satu ini belum banyak di lirik publik secara luas.
Persoalan inilah yang coba dicarikan solusinya oleh Bursa Efek Indonesia. Sejak akhir tahun lalu, BEI menggulirkan program ‘Yuk Nabung Saham’, yang dimaksudkan untuk memperkenalkan saham kepada masyarakat luas dengan menganalogikannya seperti tabungan.
Masyarakat disarankan membeli saham secara rutin. Tidak perlu dengan dana melimpah, cukup dengan mengalokasikan Rp100.000 per bulan, seseorang sudah bisa mengoleksi saham sejumlah emitan.
Menurut Perencana Keuangan Janus Financial Farah Dini Novita, progam tersebut bisa dimanfaatkan oleh semua kalangan untuk berinvestasi saham. Dengan nominal yang kecil, saham kini bisa dikoleksi oleh mereka yang bahkan belum memiliki pendapatan seperti pelajar dan mahasiswa. Apalagi, saat ini ketentuan minimal pembelian saham hanya 1 lot alias 100 lembar.
“Kalau cuma Rp100.000 per bulan, kan mahasiswa juga bisa menyisihkan uang jajannya,” katanya kepada Bisnis.com.
Namun, sebelum mengalokasikan sebagian dana untuk investasi, Farah mewanti-wanti untuk memperhatikan beberapa tahapan yang tidak boleh dilewatkan. Salah satunya adalah menyediakan dana darurat sebelum berinvestasi. Besaran dana darurat itu biasanya mencapai tiga kali pengeluaran per bulan.
Jika Anda belum memiliki dana sebesar itu, Farah menyarankan untuk menunda invetasi saham terlebih dahulu. Dana darutat tersebut disarankan untuk ditempatkan di rekening yang berbeda dengan rekening dana sehari-hari. Jika sudah berhasil dipenuhi, investasi saham baru boleh dilakukan.
Agar bisa sukses sebagai kolektor saham, investor harus memulainya dari mengubah sudut pandang. Farah menjelaskan selama ini, banyak orang yang menggunakan kata ‘main saham’. Hal itu, katanya, menimbulkan kesan bahwa instrumen saham hanya sekadar main-main. Padahal, investor pemula harus mulai menjadikan saham sebagai investasi.
Investasi saham, apalagi bagi pemula sebenarnya tidaklah sesulit yang dibayangkan. Analis Saham Janus Financial Hendra Sihombing memberikan beberapa tipnya.
Pada dasarnya, saham adalah instrumen investasi jangka panjang. Hal itu penting dipahami bagi investor pemula karena dalam perjalanannya, pergerakan saham akan naik turun sesuai dengan kondisi pasar. Banyak investor pemula yang terlanjur panik saat saham yang dikoleksinya turun harga.
“Idealnya investasi saham itu sampai tiga tahun,” paparnya.
BELI LALU LUPAKAN
Dia menyarankan investor ritel yang ingin mengoleksi saham agar tidak terlalu memikirkan koleksinya. Apalagi jika investasinya dalam jumlah yang tidak terlalu besar. Beli lalu lupakan. Begitu Hendra memberikan kiatnya.
Lantas, emiten seperti apa yang bisa dikoleksi oleh investor pemula? Pertanyaan seperti itu tentu banyak mengemuka. Hendra menjelaskan saat ini, investor sebenarnya tidak perlu terlalu memusingkan hal tersebut. Pasalnya, saat kita membuka akun saham di perusahaan sekuritas, mereka biasanya rutin memberikan hasil riset emiten-emiten tertentu.
“Kini investor tidak perlu lagi menghabiskan waktu mempelajari laporan keuangan emiten yang menjelimet. Cukup dengan membaca ringkasan riset yang diberikan perusahaan sekuritas, investor bisa menentukan saham perusahaan apa yang ingin dikoleksi.”
Beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain soal kinerja yang mencakup pendapatan, laba, modal, dan rasio utang terhadap modal.
Selain itu, pemilihan saham emiten juga harus disesuaikan dengan nilai investasi. Dengan besaran investasi yang terbatas, kemungkinan untuk mengoleksi saham-saham blue chip tentu sangat kecil.
Namun, tidak sedikit pula emiten kelas menengah yang harga sahamnya masih terjangkau. Emiten-emiten jenis inilah yang bisa menjadi pertimbangan.
Bagi investor pemula, Hendra juga menyarankan untuk sebisa mungkin menghindari trading saham. Artinya, investor pemula harus menahan diri untuk memperjual belikan sahamnya. Tahapan trading bisa saja dilakukan jika investor sudah betul-betul memahami seluk beluk dunia saham.
Nah, awal 2016 ini rasanya bisa menjadi momentum yang tepat untuk menjadi investor saham. Tidak perlu dengan dana besar, cukup beberapa ratus ribu rupiah Anda bisa mulai menjadi kolektor saham kecil-kecilan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar